Unjuk rasa terkait RUU kontroversial di wilayah Yogyakarta yang populer dengan gerakan #GejayanMemanggil kembali akan dilakukan. Aliansi Rakyat Bergerak menginiasi gerakan #GejayanMemanggil 2 rencananya digelar pada Senin (30/9/2019). Berbeda dari gerakan sebelumnya yang didominasi oleh sejumlah akademisi dan ribuan mahasiswa, unjuk rasa mendatang diprediksi Aliansi Rakyat Bergerak lebih ramai dengan kehadiran pelajar, petani dan buruh. Membaca kekuatan massa untuk datang ke #GejayanMemanggil 2 dapat ditelusuri melalui kekuatan bahasa media sosial dengan membaca teks-teks visual yang mereka bagikan khususnya di media sosial Twitter.
Menceritakan sesuatu hal dengan menggunakan visual menjadi akan lebih mempunyai kekuatan “magic” yang kuat untuk menarik perhatian dan membangun emosional yang melihat. Pesan menjadi sangat kuat ketika menggunakan visual storytelling yang menyentuh. Emosi mudah dibentuk dan kekuatan bersama akan mudah terbentuk,”A picture tells a thousand words” William Comcowich (2016). Dalam bukunya Comcowich memberikan asumsi bahwa 100% pengguna di internet (dalam hal ini media sosial) ketika melihat informasi yang ditampilkan secara visual dan menarik tiga kali lebih banyak secara perhatian. Bahkan 94% pengguna di internet lebih tertarik dengan visual yang disajikan. Menggarisbawahi persiapan unjuk rasa #Gejayan Memanggil 2 yang dilakukan pengguna twitter dapat kita prediksi dalam menggali emosi pengguna yang lain (dalam hal ini mahasiswa) untuk turut dalam unjuk rasa #GejayanMemanggil 2. Visual yang dibagi di twitter ini diharapkan dapat menghimpun mahasiswa yang hadir lebih banyak. Visual di twitter dapat membangun hiperteks yang meninggikan fungsi identitasnya dan mengandung perlawanan bahkan menciptakan argumentasi bahwa momen #GejayanMemanggil 2 sangat perlu didukung.
Twitter memegang potensi realistis dalam jamannya mampu membangun suara mayoritas massa yang “merasa” tertindas untuk menyalurkan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Kita lihat visual yang mulai disajikan pengguna Twitter dalam membangun emosi dalam unjuk rasa yang akan berlangsung “Gejayan memanggil 2”, dihubungkan dengan tagar #mahasiswabergerak (28 September 2019) di Twitter.
Gambar 1, di retweet sebanyak : 22,213 pengguna. Gambar 2, di retweet sebanyak : 15,514 pengguna
Tandingan visual foto oleh pengguna yang lain atas visual diatas , banyak bermunculan.
Penggunaan Twitter memungkinkan terjadinya penyebaran informasi dengan konten yang memiliki sentimen positif maupun negatif ini dapat kita lihat bagaimana membangun emosi dari pengguna Twitter lainnya yang notabene Mahasiswa dalam tagar #mahasiswabergerak.
Penggunaan hashtags di Twitter mengubah penggalangan simpati, menjadi cara baru dalam melakukan gerakan sosial, serta mengubah cara kita membangun opini secara virtual yang nanti bisa dikembangkan dalam ruang-ruang nyata (offline). Gambar yang diunggah di Twitter mampu menciptakan imaji tersendiri. Hiperteks yang disajikan bahkan seringkali tidak memiliki referensi atau rujukan dan juga realitas yang sebenarnya (karena mungkin diambil sebelumnya tetapi dipergunakan pada momen ketika dibutuhkan), sehingga hiperteks hanya merujuk pada diri sendiri (self reference). Visual Twitter seolah-olah berhenti menjadi cerminan realitas sesungguhnya, dan justru terkesan membuat realitas sendiri. Penipuan melalui hiperteks yang diciptakan pengunggah di Twitter ditunjukkan dan menjadi perhatian pengguna lainnya, sehingga dapat menjadikan opini. Realitas sosial yang sebenarnya (walaupun ini opini) mati dan muncul bentuk realitas yang baru, yang sudah melampaui “sesungguhnya”. Dalam visual di tagar #mahasiswabergerak masih memunculkan visual dalam kadar yang belum “frontal” melawan kebijakan pemerintah sehingga bila kita prediksi kegiatan #GejayanMemanggil 2 masih terbilang aman-aman saja. Di dalam visual berupa video kita bisa lihat di #mahasiswabergerak Isu berbeda yang ditawarkan, kita bisa melihat sentimen apa yang terjadi yang terjadi.
Sedangkan dalam tagar #mahasiswabersatu kita bisa menelusuri isu apa yang dibangun dan apa reaksi yang tertaut dalam tagar #mahasiswabersatu. Pola komunikasi apa yang dibangun, kita bisa melihat secara keseluruhan dahulu.
Dari visual yang diunggah kita dapat membaca bahwa opini yang dibangun. Hiperteks visual di unggahan mulai bergerak, opini mulai berkembang. Tetapi ada yang menarik dalam visual-visual yang diunggah yaitu ada romantisme “rindu” yang ditampilkan gaya anak-anak millenial.
Ekspresi-ekspresi simbolik yang hadir di ruang twitter menuju Gejayan Memanggil 2, sesungguhnya bisa diterjemahkan oleh semua yang berkepentingan untuk berpikir dalam satu ruang secara “rasional virtual” ada apa sebenarnya?, keinginan apa sebenarnya?, maumu apa sebenarnya? Dapat dibaca dengan awal agar ruang clash antar sesama anak bangsa dapat dihindari. Semua data didapat dari : https://academic.droneemprit.id (28/09/2019, pukul 17.00 wib)
Penulis : Rama Kertamukti (MedianDigital, Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga)
Komentar Kawanrama