Siapa tidak mengenal mie ayam, di Indonesia mie ayam seperti sudah menjadi makanan pokok di siang hari. Pekerja di Indonesia kebanyakan menghabiskan waktu makan siangnya dengan mie ayam, mereka dapat membelinya dari penjaja pinggir jalan (kaki lima) ataupun di rumah-rumah makan dari yang menengah hingga yang elit. Kalau dilihat sepertinya mie ayam sudah menjadi kebiasaan bahkan dapat dibilang sudah menjadi budaya kuliner di Indonesia. Tetapi apakah orang Wonogiri yang kebanyakan menjual Mie Ayam dengan Brand “Tunggal Rasa” merasa bahwa barang dagangannya memang asli cap jempol dari Wonogiri, padahal mereka sudah bertahun-tahun menjual barang dagangan ini sehingga dapat membangun daerahnya dengan bangunan yang megah dan jalan yang mulus. Jawaban yang akan diperoleh dari para pedagang mie ini adalah mereka hanya memodifikasi mie sehingga rasanya bener-bener aseli dari wonogiri beda dengan yang dibuat oleh mie jakarta maupun mie surabaya. Mereka sadar betul bahwa mie ini adalah milik bangsa China. Mereka sadar betul bahwa mie berasal dari budaya Tionghoa yang dibawa oleh para pedagang mereka ke tanah Jawa (Nusantara), walau sudah sangat bertahun-tahun di Indonesia budaya makan mie ini, mereka tidak pernah mengakui bahwa mie adalah dari budaya Wonogiri, para pedagang Wonogiri hanya pandai menciptakan kreativitas tersendiri yaitu rasa yang berbeda dengan yang lain.
Mie sendiri sesuai catatan sejarah, mie pertama kali dibuat di daratan China sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan Dinasti Han. Dari China, mie berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan dan negara-negara di Asia Tenggara bahkan meluas sampai kebenua Eropa. Bahkan di benua Eropa, mie mulai dikenal setelah Marco Polo berkunjung ke China dan membawa oleh-oleh mie. Namun, pada perkembangannya di Eropa mie berubah menjadi pasta seperti yang kita kenal saat ini. Sesungguhnya seni menggiling gandum telah lebih dahulu berkembang di Timur Tengah, seperti di Mesir dan Persia. Logikanya, mie juga mula-mula berkembang di sana dan diajarkan sebagai sebagai lembaran-lembaran tipis menyerupai mie. Pada awalnya mie diproduksi secara manual, baru pada tahuan 700-an sejarah mencatat terciptanya mesin pembuat mie berukuran kecil dengan menggunakan alat mekanik. Evolusi pembuatan mie berkembang secara besar-besaran setelah T Masaki pada tahun 1854 berhasil membuat mesin pembuat mie mekanik yang dapat memproduksi mie secara massal. Sejak saat itu, mie mengalami banyak perkembangan, seperti di China mulai diproduksi mie instant yang dikenal dengan nama Chicken Ramen dan di Jepang muncul Saparo Ramen (1962).
Kesadaran bahwa mie adalah milik budaya Cina a.ka Tionghoa ini yang menjalar di setiap pribadi bangsa Indonesia, mereka percaya betul bahwa budaya milik bangsa lain harus dihormati kita hanya bisa memodifikasi. Kita bangsa Indonesia, sadar betul bahwa kita memang pandai memodifikasi bukan mengakui budaya orang lain menjadi warisan bangsa walu bertahun-tahun itu ada di negara Indonesia. Jadi penggunaan logika bahwa itu sudah lama ada di negara kita dan kita punya hak untuk mengklaim bahwa itu warisan bangsa adalah sangat naif, Mie ayam tetap hasil modifikasi mie, dan itu hanya sekedar modifikasi. Mie tetap milikmu bangsa Cina kita hanya dompleng kreativitasmu, orang Wonogiri…ayo tetep jualan tidak usah bayar royalti kok ke babah-babah cina, mereka baik-baik. (foto:http://newafifkhazin.multiply.com/journal/item/233/Mie_Instan_di_Malaysia)
Logika tulisannya sangat mengena mas Rama, mudah-mudahan banyak dibaca bukan hanya orang Malaysia, tapi juga kita sendiri (orang Indonesia). Tak publish di FB ku yah biar tambah banyak yang baca. 🙂
Mas Topari :
heii suwe ora jamu…tahu-tahu jadi guru…makasih mas….makasih udah publish he4x
Salut untuk orang Indonesia…